SEPUTAR HAIDH
I.
Pengertian Haidh
Haidh
atau menstruasi adalah darah yang keluar melalui kelamin perempuan yang sudah
berusia minimal 9 tahun hijriyah kurang 16 hari kurang sedikit (8 tahun 11
bulan 14 hari lebih sedikit), dan keluar tidak disebabkan sakit atau
melahirkan. (I’anatut-Thalibin 1/72)
Dengan
demikian, darah yang keluar sebelum usia itu atau disebabkan penyakit atau
melahirkan maka tidak dinamakan darah haidh. (Fathul-Wahhab 1/26)
II.
Hukum
Mempelajari Haidh :
a. Fardhu
‘ain. Yaitu bagi semua perempuan yang sudah baligh. Artinya wajib bagi semua
perempuan yang sudah baligh untuk mempelajari dan mengerti seluruh permasalahan
dalam bab haidh, nifas dan istihadhah. Bahkan bagi suami yang tidak bisa
mengajari sendiri istrinya tidak boleh melarang istrinya untuk keluar rumah
dalam rangka mempelajari hukum-hukum haidh dan yang terkait. (I’anatut-Thalibin
4/80)
b.
Fardhu kifayah.
Yaitu berlaku bagi kaum laki-laki. Artinya, apabila sebagian dari mereka sudah
ada yang memahami ilmu haidh, maka kewajiban yang lain sudah gugur. Sebab
mempelajari imu-ilmu yang tidak bersentuhan langsung dengan ibadah amaliah yang
harus dilakukan maka hukumnya adalah fardhu kifayah. (I’anatut-Thalibin
4/181)
III.
Batasan Darah
Haidh
Rincian batasan
masa haidh adalah sebagai berikut:
1. Paling
sedikit masa haidh
2. Paling
banyak masa haidh
3. Paling
sedikit masa suci antara dua haidh
1.
Paling sedikit
masa haidh
Paling
sedikit masa haidh adalah 24 jam, baik terus-menerus atau terputus-putus dalam
masa 15 hari. Yang dimaksud terus-menerus adalah seandainya kapas atau
sesamanya dimasukkan ke dalam kemaluan masih menampakkan bercak atau basahnya
darah haidh meskipun hanya berwarna keruh dan tidak sampai mengalir ke bagian
luar vagina.
Dan
jika tidak menampakkan bercak sedikitpun, maka
berarti sudah putus dari darah. Apabila
jumlah keluarnya darah diragukan apakah mencapai 24 jam atau tidak, maka
hukumnya terjadi 2 perselisihan antara ulama’:
a).
Menurut Imam Ibnu Hajar
tidak dihukumi haidh, tetapi dihukumi istihadhah.
b).
Menurut Imam Ramli
dihukumi haidh. (Itsmidul-‘Ainain,hamisy
Bughyah hal.14)
2.
Paling banyak
masa haidh.
Paling
banyak masa haidh adalah 15 hari 15 malam tanpa disyaratkan darah keluar terus
menerus. Namun ketika dijumlah mencapai 24 jam.
Dan apabila ketika dijumlah tidak mencapai 24 jam maka tidak dihukumi haidh.
Selama
darah keluar dalam batasan 15 hari 15 malam, maka warna dan sifat-sifat darah
tidak menjadi pertimbangan dan tidak mempengaruhi,
sehingga semua darah yang keluar dihukumi haidh.
Termasuk
berhukum haidh adalah bersih di sela-sela
darah haidh tersebut, demikian menurut pendapat yang kuat. Pendapat ini diberi
nama dengan qaul sahbi. Sedangkan pendapat sebaliknya mengatakan bahwa
bersih disela-sela darah haidh tidak berhukum haidh, pendapat ini diberi nama
dengan qaul laqthi. (Al-Bajuri 1/213,
Al-Taqrirat al-sadidah 1/166)). Jadi,
menurut pendapat terakhir ini puasa dan sholat yang dilakukan pada waktu bersih
di sela-sela keluarnya darah dihukumi sah.
3.
Paling sedikit
masa suci antara dua darah haidh.
Paling
sedikitnya masa suci yang memisah antara satu darah haidh dengan darah haid
lain adalah 15 hari 15 malam secara terus menerus. Sedangkan untuk maksimalnya
tidak ada batasan tertentu.
Apabila
masa suci yang memisah kurang dari 15 hari 15 malam. Maka hukumnya diperinci sebagai
berikut:
A. Apabila
masa keluarnya darah pertama, serta masa bersih yang memisah dan masa keluarnya
darah kedua masih dalam rangkaian masa 15 hari terhitung dari masa permulaan
keluarnya darah pertama, maka semuanya dihukumi haidh plus masa bersih yang
menengah-nengahi.(Demikian ini menurut qaul sahbi, dan ini yang mu’tamad/kuat)
Contoh 1:
·
Keluar darah 7
hari
·
Berhenti 4 hari
·
Keluar darah
lagi 4 hari
Contoh 2:
·
Keluar darah 5
hari
·
Berhenti 4 hari
·
Keluar lagi 4
hari
Dari 2 contoh
ini, keseluruhan hari termasuk hari yang
tidak keluar darah dihukumi haidh, sebab semuanya masih dalam masa 15 hari.
B. Apabila
masa keluarnya darah pertama ditambah masa bersih sudah mencapai 15 hari atau
lebih, sedangkan masa darah kedua ditambah masa bersih sebelumnya genap 15 atau
kurang, maka hukumnya adalah:
·
Darah pertama
dihukumi haidh
·
Bersih yang menengahi
dihukumi suci
·
Darah kedua
dihukumi darah istihadhoh/fasad. (Bughyatul-Mustarsyidien 31, Tuhfatul-Muhtaj 1/655-657)
Contoh 1:
·
Keluar darah 10
hari
·
Bersih 8 hari
·
Keluar darah
lagi 7 hari
Maka 10 hari
pertama dihukumi haidh, 8 hari dihukumi suci, dan 7 hari terakhir dihukumi
darah istihadhoh/fasad.
Contoh 2:
·
Keluar darah 8
hari
·
Bersih 9 hari
·
Keluar lagi 4
hari
Maka 8 hari
pertama dihukumi haidh, 9 hari dihukumi suci, dan 4 hari terakhir dihukumi
darah istihadhoh/fasad.
C. Apabila
masa keluarnya darah pertama ditambah masa bersih sudah mencapai 15 hari atau
lebih, sedangkan masa darah kedua ditambah masa bersih sebelumnya lebih dari 15
hari, maka hukumnya adalah :
·
Darah pertama
dihukumi haid
·
Bersih yang
menengahi dihukumi suci
·
Darah kedua yang
menyempurnakan masa suci genap 15 hari dihukumi darah istihadhah/fasad,
sedangkan darah selebihnya dihukumi darah haid asalkan memenuhi syarat-syarat
haid ( tidak kurang dari 24 jam dan tidak melebihi 15 hari). Jika sisa darah kedua melebihi 15 hari maka perempuan tersebut tergolong
mustahadhah.
Contoh :
·
Keluar darah 10
hari
·
Bersih 10 hari
·
Keluar darah
lagi 10
Keterangan : 10
hari pertama dihukumi haid, 10 hari yang tidak keluar darah dihukumi suci, 5
hari dari darah kedua dihukumi istihadhah untuk menyempurnakan masa suci yang
masih 10 hari, 5 hari berikutnya dihukumi haid lagi.
D. Jika
keluarnya darah kedua masih dalam rangkaian 15 hari terhitung sejak keluarnya darah
pertama dan keluarnya darah kedua melebihi dari 15 hari terhitung sejak
keluarnya darah pertama, maka perempuan tersebut tergolong wanita yang
mengalami istihadhah, dan hukumnya akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian
berikutnya.
Contoh :
·
Keluar darah 7
hari
· Bersih 6 hari
· Keluar darah lagi 7 hari
Bersambung.....
*) Penulis: Aniq Abdullah, S.Pd.I, Guru Fiqih Salaf MANU Miftahul Falah
0 Komentar