Kudus, manu-miffa.sch.id - Dalam Islam, terdapat dua hari raya besar, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Fitri dirayakan setiap tanggal 1 Syawal sebagai penutup bulan suci Ramadhan, sedangkan Idul Adha dirayakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.
Pada hari raya Idul Adha, ibadah yang paling utama adalah menunaikan rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji, bagi mereka yang telah mampu secara fisik dan finansial. Di samping itu, umat Islam juga disunnahkan untuk melaksanakan ibadah kurban, yaitu menyembelih hewan ternak pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq setelahnya (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Hukum berkurban adalah sunnah muakkadah, yakni sangat dianjurkan.
Terkait jenis hewan yang sah untuk dijadikan kurban, jumhur (mayoritas) ulama sepakat bahwa hewan yang dapat dikurbankan adalah unta, sapi, dan kambing. Untuk hewan unta dan sapi, diperbolehkan dikurbankan oleh tujuh orang secara bersama atau patungan. Hal ini didasarkan pada keterangan dalam kitab Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah juz 1 halaman 721. Dalil lain juga ditemukan dalam kitab Al-Badrul Munir fi Takhrij Ahadits asy-Syarh al-Kabir juz 23 halaman 149–153, yang mengutip dari Al-Mustadrak dan Shahih Ibn Hibban. Dalam riwayat tersebut, dikisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah memerintahkan tujuh sahabat yang sedang bepergian bersamanya saat Idul Adha untuk mengumpulkan satu dirham masing-masing, lalu membeli seekor sapi dari hasil patungan tersebut sebagai hewan kurban. Riwayat ini menjadi dasar kebolehan patungan untuk berkurban menggunakan sapi atau unta.
Adapun mengenai kambing, mayoritas ulama berpendapat bahwa satu ekor kambing hanya sah untuk dikurbankan atas nama satu orang saja. Namun demikian, terdapat pula pendapat yang memperbolehkan satu ekor kambing diniatkan untuk lebih dari satu orang. Misalnya, dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz 3 halaman 616–617, Dr. Wahbah az-Zuhaili meriwayatkan hadits dari Shahih Muslim bahwa Rasulullah SAW pernah berkurban dengan satu ekor domba untuk dirinya dan seluruh keluarganya.
Hal ini dikuatkan pula oleh keterangan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (syarah Sunan at-Tirmidzi) dan Sunan Abi Dawud, yang menyebutkan hadits sahabat Abu Ayyub al-Anshari. Dalam hadits tersebut, disebutkan bahwa pada masa Rasulullah, para sahabat berkurban dengan satu ekor kambing untuk dirinya sendiri dan seluruh anggota keluarganya. Pendapat ini juga didukung oleh sejumlah ulama ternama seperti Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam Zadul Ma’ad, Imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar, serta Imam al-Khattabi dalam syarah Sunan Abi Dawud.
Namun demikian, pandangan ini ditolak oleh Imam ath-Thahawi dalam kitab Syarh Ma’ani al-Atsar juz 4 halaman 178. Menurut beliau, hadits-hadits yang memperbolehkan satu kambing untuk lebih dari satu orang telah mansukh (dihapus) atau dikhususkan untuk kondisi tertentu. Pernyataan ini ditanggapi oleh Imam Nawawi, tokoh besar mazhab Syafi’i, yang menolak anggapan tersebut. Dalam Syarah Shahih Muslim juz 13 halaman 124, beliau menyatakan bahwa pendapat Imam ath-Thahawi tidak dapat diterima tanpa dalil yang kuat.
Akhirnya, menurut Imam Nawawi dalam kitab Minhajut Thalibin, hukum berkurban satu ekor sapi atau unta berlaku untuk tujuh orang, sedangkan satu ekor kambing hanya untuk satu orang. Meski demikian, beliau menyatakan bahwa tujuh ekor kambing lebih utama dibandingkan satu ekor sapi atau unta. Bahkan, satu ekor kambing yang dibeli sendiri untuk berkurban lebih utama daripada ikut patungan untuk sapi atau unta.
Penulis
Ust. Abdulah Yusuf
Guru MA NU Miftahul Falah
0 Komentar