Syekh Hasan Shadzali dan Air Tiga Rasa Rejenu

{[["☆","★"]]}
Bapak Ikhsan (tengah), Juru Kunci Makam Syekh Hasan Shadzali
Kabupaten Kudus merupakan salah  satu  kota yang menjadi basis penyebaran Islam di wilayah nusantara. Hal ini dapat terlihat dari adanya dua makam wali, yaitu Syekh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) dan Raden Umar Said (Sunan Muria). Selain makam kedua wali tersebut di Kudus juga terdapat makam Syekh Hasan Shadzali yang terletak sekitar 3 km di sebelah utara Makam Sunan Muria yaitu desa Japan tepatnya di bukit Rejenu. Syekh Hasan Sadzali adalah seorang ulama yang berasal dari Timur Tengah tepatnya Baghdad Irak. Beliau berkelana ke Tanah Jawa untuk menyiarkan agama Islam.

Awal mula keberadaan makam Syekh Hasan Sadzali tidak diketahui oleh warga sekitar. Menurut keterangan Sukarno Ichsan, juru kunci makam Rejenu, pada tahun 1920 ada kerabat Syekh Hasan Sadzali yang datang dari Baghdad untuk mencari keberadaan makam Syekh Hasan Sadzali. Orang tersebut mencari ke Indonesia dengan membawa tanah dari Irak untuk dicocokkan dengan tanah tempat Syekh Hasan Sadzali dimakamkan.

Kerabat Syekh Hasan Sadzali tersebut menyisir dari daerah Jawa Barat kemudian menuju Demak, lalu sampailah ia di Kudus. Akhirnya orang dari Baghdad itu sampai di desa Japan dan diantarkan ke Rejenu oleh mbah Rozi, sesepuh desa Japan saat itu.

Setelah sampai di bukit Rejenu tanah yang dibawa dari Irak itu langsung dicocokkan dengan tanah makam Syekh Hasan Sadzali. Hasilnya ternyata cocok. Dengan begitu makam tersebut diyakini sebagai makam Syekh Hasan Sadzali dari Baghdad Iraq.

Setelah terbukti bahwa makam itu adalah makam Syekh Hasan Sadzali, kemudian makam tersebut dibersihkan dan dibuatkan kepunden untuk menandai. Sejak itulah makam di bukit Rejenu itu mulai diziarahi warga sekitar.

Menurut Sukarno Ichsan, keberadaan makam dan jati diri Syekh Hasan Sadzali pernah ditanyakan kepada Mursyid Thariqah Syadziliyyah, Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Yahya Pekalongan. Menurut Habib Luthfi, Syekh Sadzali lebih dulu mensyiarkan Islam dibanding Wali Songo. Jarak antara Syekh Sadzali dengan Wali Songo sekitar satu abad. Bahkan menurut Habib Luthfi, Syekh Sadzali merupakan guru Sunan Muria. Kalau Wali Songo abad 14 atau 15, maka Syekh Sadzali 100 tahun sebelumnya.



Makam Syekh Hasan Shadzali

Pada 1991 makam Syekh Hasan Shadily dibangun oleh masyarakat sehingga para peziarah dapat merasa nyaman. Tak jauh dari makam Syekh Hasan Shadily juga dibangun  mushola yang biasa di gunakan untuk kegiatan keagamaan.

Makam Syekh Hasan Shadily mulai ramai diziarahi masyarakat sekitar tahun 80an. Untuk bisa sampai di makam, para peziarah harus mendaki bukit Rejenu dengan jalan setapak yang licin serta di kanan kira dipenuhi semak belukar serta tebing yang cukup dalam. Ada dua jalur menuju ke Rejenu, yaitu dari wisata Air Terjun Montel terus naik menyusuri jalan hutan. Kedua melalui desa Japan, juga menyusuri jalan setapak.

Saat ini, untuk menuju ke makan Syekh Hasan Shadily yang melalui Japan sudah bisa dilalui dengan sepeda motor. Para peziarah juga bisa sampai ke makam  dengan menggunakan jasa ojek yang mangkal di desa Japan.

Wisata religi Rejenu mempunyai sensasi yang berbeda di banding dengan makam-makam waliyullah yang lain. Makam Syekh Hasan Shadzali berada di atas bukit Rejenu yang masih rimbun dengan pohon-pohon hutan yang besar. Udaranya juga sangat dingin. Apalagi di malam hari. Di area makam belum tersaluri listrik. Hanya ada genset yang disiapkan pengurus makam yang dihidupkan tiap malam jum’at dan ahad saja, atau pada saat ada peringatan hari-hari besar Islam dan acara Buka Luwur makam Rejenu. Di hari-hari tertentu itulah lapak-lapak penjual yang sudah berdiri di area sekitar makam dibuka untuk melayani para peziarah. Khususnya minum Kopi Muria yang sedap nan lezat untuk menghangatkan badan.

Menurut Sukarno Ichsan, salah satu karomah Syekh Hasan Shadzali adalah tiga mata air dengan rasa yang berbeda yang terletak di dekat makam. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Air Tiga Rasa Rejenu. Ia menceritakan, ketika Syekh Hasan Shadzali akan berwudhu tapi tidak menemukan air. Ingin ke sungai sebelah timur jaraknya jauh, ke sungai sebelah barat juga jauh. Lalu beliau berdoa kepada Allah supaya mendapatkan air. Akhirnya beliau menemukan tiga sumber mata air yang kemudian digunakan Syekh dan murid-muridnya untuk bersuci.

Air Tiga Rasa memang memiliki rasa yang berbeda. Apabila ketiga jenis air tersebut dicampur menjadi satu, rasanya akan menjadi tawar. Air Tiga Rasa adalah air asli dari sumber mata air. Pengunjung dapat minum Air Tiga Rasa dengan menggunakan gelas-gelas yang telah disediakan oleh pengurus makam. Selain itu, masyarakat mempercayai Air Tiga Rasa memiliki khasiat yang berbeda jika meminumnya. Adapun khasiat yang berbeda pada ketiga air tersebut yaitu:
a.    Sumber air pertama (Al-Hayyat)
Sumber air pertama terletak di sebelah kanan dan mempunyai rasa tawar-tawar masam atau anyep-anyep kecut yang berkhasiat untuk mengobati penyakit.
b.    Sumber air kedua (Al-Arzaq)
Sumber air kedua terletak di sebelah tengah, mempunyai rasa mirip minuman keras (arak) yang berkhasiat dapat memperlancar rezeki.
c.    Sumber air ketiga (al-Ilmi)
Sumber air ketiga terletak di sebelah kiri, mempunyai rasa yang mirip dengan minuman bersoda, yang berkhasiat dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Biasanya dibutuhkan oleh anak-anak dalam mencari ilmu supaya memperoleh ilmu yang bermanfaat dan barokah.









Air Tiga Rasa

Di dalam komplek makam Syekh Hasan Shadzali terdapat batu besar. Batu itu terletak di samping utara makam. Masyarakat setempat menganggap batu tersebut merupakan batu yang digunakan sebagai tempat shalat atau bagian dari bangunan musholla yang digunakan pada zaman Syekh berdakwah dulu.

“Batu itu salah satu peninggalan. Dahulu tidak kelihatan, setelah makam dilebarkan, ada batu itu. Batu itu katanya tempat untuk shalat. Mungkin dahulu sebelum ada mushola, batu itu untuk shalat,” tutur Ichsan.

Batu besar yang digunakan Syekh Sadzali untuk sholat.

Seperti makam-makam wali yang lain, di makam Syekh Hasan Shadzali terdapat sebuah tradisi yang dilaksanakan setiap setahun sekali yaitu “Bukak Luwur”. Tradisi mengganti selambu putih (mori) yang menyelimuti seluruh makam. Bukak Luwur makam Syekh Hasan Shadzali dilaksanakan setiap tanggal 25 Syuro (Muharram).

Pada acara khaul/Bukak Luwur tersebut diadakan berbagai kegiatan seperti halnya pengajian, khatam Alqur’an, tahlil, dan kenduren nasi tumpeng. Tidak hanya masyarakat sekitar Muria yang ikut acara Bukak Luwur. Masyarakat dari luar kota pun banyak yang datang untuk memohon berkah. 

Lutfi Arnas (XI C IPA) dkk.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Apakah letak parkir makam syeh Hasan sadzali itu sama dengan parkirannya makam sunan Muria

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beda...lokasinya pangkalan ojek muria ke timur..bisa naik motor sndiri bisa juga naik ojek

      Hapus