Ada Sahabat Nabi Masuk Surga Karena Surat Al Ikhlas. NU Online
Seseorang menemui Nabi Muhammad SAW. Ia
mengadu kepada Nabi SAW masalah kefakiran yang dideritanya dan kesempitan
rezekinya, rupeke pangupo jiwane.
“Jika engkau masuk rumah ucapkan salam
kepada orang yang ada di dalamnya. Jika tidak ada orang di dalamnya, ucapkan
salam kepadaku,” Nabi menasehatinya.
“Setelah itu bacalah surat Qul Huwa
Allahu Ahad sekali,” jelas Nabi SAW.
Kemudian, orang tersebut melakukan apa
yang dinasehatkan Nabi kepadanya. Dan benar, Kemudian Allah memberikan
kemurahan dan kemudahan rezeki kepada orang tersebut.
Kisah di atas bisa kita baca di Tafsir Al
Ibriz karya K.H Bisri Mustofa Rembang. Inilah salah satu keutamaan atau
fadhilah surat Al Ikhlas. Jika kita ingin mengetahui fadhilah-fadhilah lainnya
silakan merujuk pada kitab-kitab Tafsir selain Al Ibriz.
Surat ini terkenal dengn nama Al
Ikhlas. Disamping nama Al Ikhas, surat ini juga memiliki sekitar dua puluh
nama, antara lain surat at Tafrid (Pengesaan Allah), surat at
Tajrid (Penafian segala sekutu bagi-Nya), surat al Ma’rifah
(Pengetahuan tentang Allah), surat ash Shomad dan masih banyak
lagi.
Surat Al Ikhlas ini turun sebagai jawaban
atas pertanyaan kaum musyrikin Makkah yang ingin mengetahui bagaimana Tuhan
yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW. Ini karena mereka menyangka bahwa Tuhan
yang disembah Nabi Muhammad itu serupa dengan berhala-berhala yang mereka
sembah.
“Wahai
Muhammad! Berhala-berhala yang kita sembah banyaknya tiga ratus enam puluh
buah. Meskipun demikian, mereka itu belum mampu
mencukupi kebutuhan kita,” kata orang-orang musyrik.
“Sedangkan Tuhanmu hanya satu. Lantas bagaimana sifat tuhanmu itu? Apakah ia
terbuat dari tembaga, emas, perak, atau terbuat dari apa?” tanya mereka.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
turunlah ayat-ayat surat Al Ikhlas ini.
قل هو الله أحد (1)
“Katakanlah, Dia Allah Yang Maha Esa.”
ألله الصمد (2)
“Allah tumpuan harapan.”
لم يلد ولم يولد (3)
“Tidak
beranak dan tidak diperanakkan.”
ولم يكن له كفوا أحد
(4)
“Tidak ada satupun yang setara dengan-Nya.”
Ayat pertama memperkenalkan Allah kepada kita
bahwa Ia Maha Esa, Yang Wajib wujud-Nya, yang berhak disembah.
“Katakanlah, wahai Muhammad, kepada
yang bertanya kepadamu bahkan kepada siapapun bahwa Dia Yang Wajib wujud-Nya
dan yang berhak disembah adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa,”
demikain M. Quraish Shihab menafsiri ayat ini.
Kita butuh petunjuk Allah SWT. Inilahbanten.co.id
Ayat kedua menyatakan bahwa Allah Yang Maha Esa
itu adalah tumpuan harapan yang dituju oleh semua makhluk guna
memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka, serta bergantung kepada-Nya
segala sesuatu.
Ayat ketiga, Allah yang maha Esa tidak
wajar dan tidak pula pernah beranak dan disamping itu Dia tidak
diperanakkan, yakni tidak dilahirkan dari bapak atau ibu. Dia tidak menciptakan
anak dan juga tidak dilahirkan dari
bapak atau ibu.
Ayat di atas menafikan segala macam
kepercayaan menyangkut adanya anak atau ayah bagi Allah SWT, baik yang dianut
oleh kaum musyrikin, orang-orang Yahudi, Nasrani maupun Majusi, baik anak
tersebut berupa manusia atau tidak.
Ayat keempat, tidak ada satupun, baik dalam
imajinasi apalagi dalam kenyataan, yang setara dengan dengan-Nya dan tidak juga
ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Jelasnya, Tidak ada seorangpun yang setara
dengan-Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.
Menurut Syaikh Nawawi Banten (w. 1316 H/ 1897 M), dalam kitab
tafsirnya, “Marâh Labîd li Kasyf Ma’na al-Qur’ân al-Majîd,” ayat pertama surat Al Ikhlas menolak madzhab
(kepercayaan) yang memiliki prinsip dualisme,
yang meyakini bahwa ada dua kekuatan yang mengatur dunia ini, yakni
kebaikan (terang, cahaya, nur) dan kejahatan
(kegelapan, dzulmah).
Lebih dari itu, ayat pertama ini
juga menolak kepercayaan orang-orang Nasrani yang meyakini konsep Trinitas (Satu
Tuhan dalam Tiga Pribadi: Tuhan Bapa, Tuhan Putera dan Roh Kudus). Bahkan ayat
pertama ini juga menolak kepercayaan orang-orang Shabi’in, penyembah
bintang-bintang.
Adapun ayat yang kedua menolak
keyakinan bahwa ada pencipta selain Allah SWT. Ayat ketiga menolak kepercayaan
orang-orang Yahudi yang meyakini Nabi ‘Uzair adalah putera Allah, menolak
kayakinan orang-orang Nasrani yang meyakini Nabi Isa a.s adalah putera Allah,
sekaligus menolak kepercayaan orang-orang musyrik yang menganggap para malaikat
adalah puteri Allah SWT.
Sedangkan ayat keempat menolak
kepercayaan orang-orang musyrik yang menjadikan berhala-berhala sebagai
sesembahan, tuhan. “Ayat keempat menolak
kepercayaan orang-orang musyrik yang menjadikan berhala-berhala sebagai sekutu
bagi Allah SWT,” demikian jelas Syiekh Nawawi al Bantani.
Demikian surat al Ikhlas menetapkan keesaan
Allah secara murni dan menafikan segala macam kemusyrikan terhadap-Nya. Wallahu
A’lam. (Mualim, 19-01-2020)
0 Komentar