Tafsir Surat Al Ikhlas dan Keutamaannya

{[["☆","★"]]}
 Ada Sahabat Nabi Masuk Surga Karena Surat Al Ikhlas. NU Online


Oleh : Mu'alim (Guru MTs. NU Miftahul Falah) 

Seseorang menemui Nabi Muhammad SAW. Ia mengadu kepada Nabi SAW masalah kefakiran yang dideritanya dan kesempitan rezekinya, rupeke pangupo jiwane.
“Jika engkau masuk rumah ucapkan salam kepada orang yang ada di dalamnya. Jika tidak ada orang di dalamnya, ucapkan salam kepadaku,” Nabi menasehatinya.
“Setelah itu bacalah surat Qul Huwa Allahu Ahad sekali,” jelas Nabi SAW.
Kemudian, orang tersebut melakukan apa yang dinasehatkan Nabi kepadanya. Dan benar, Kemudian Allah memberikan kemurahan dan kemudahan rezeki kepada orang tersebut.
Kisah di atas bisa kita baca di Tafsir Al Ibriz karya K.H Bisri Mustofa Rembang. Inilah salah satu keutamaan atau fadhilah surat Al Ikhlas. Jika kita ingin mengetahui fadhilah-fadhilah lainnya silakan merujuk pada kitab-kitab Tafsir selain Al Ibriz. 
Surat ini terkenal dengn nama Al Ikhlas. Disamping nama Al Ikhas, surat ini juga memiliki sekitar dua puluh nama, antara lain surat at Tafrid (Pengesaan Allah), surat at Tajrid (Penafian segala sekutu bagi-Nya), surat al Ma’rifah (Pengetahuan tentang Allah), surat ash Shomad dan masih banyak lagi.  
Surat Al Ikhlas ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin Makkah yang ingin mengetahui bagaimana Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW. Ini karena mereka menyangka bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad itu serupa dengan berhala-berhala yang mereka sembah.
 “Wahai Muhammad! Berhala-berhala yang kita sembah banyaknya tiga ratus enam puluh buah. Meskipun demikian, mereka itu belum mampu  mencukupi kebutuhan kita,” kata orang-orang musyrik.
“Sedangkan Tuhanmu hanya satu.  Lantas bagaimana sifat tuhanmu itu? Apakah ia terbuat dari tembaga, emas, perak, atau terbuat dari apa?” tanya mereka.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut turunlah ayat-ayat surat Al Ikhlas ini.
قل هو الله أحد (1)
“Katakanlah, Dia Allah Yang Maha Esa.”
ألله الصمد (2)
 “Allah tumpuan harapan.”
لم يلد ولم يولد (3)
 “Tidak beranak dan tidak diperanakkan.”
ولم يكن له كفوا أحد (4)
“Tidak ada satupun yang setara dengan-Nya.”
Ayat pertama memperkenalkan Allah kepada kita bahwa Ia Maha Esa, Yang Wajib wujud-Nya, yang berhak disembah.
Katakanlah, wahai Muhammad, kepada yang bertanya kepadamu bahkan kepada siapapun bahwa Dia Yang Wajib wujud-Nya dan yang berhak disembah adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa,” demikain M. Quraish Shihab menafsiri ayat ini.
Kita butuh petunjuk Allah SWT. Inilahbanten.co.id

Ayat kedua menyatakan bahwa Allah Yang Maha Esa itu adalah tumpuan harapan yang dituju oleh semua makhluk guna memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka, serta bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ayat ketiga, Allah yang maha Esa tidak wajar dan tidak pula pernah beranak dan disamping itu Dia tidak diperanakkan, yakni tidak dilahirkan dari bapak atau ibu. Dia tidak menciptakan anak  dan juga tidak dilahirkan dari bapak atau ibu.
Ayat di atas menafikan segala macam kepercayaan menyangkut adanya anak atau ayah bagi Allah SWT, baik yang dianut oleh kaum musyrikin, orang-orang Yahudi, Nasrani maupun Majusi, baik anak tersebut berupa manusia atau tidak.
Ayat keempat, tidak ada satupun, baik dalam imajinasi apalagi dalam kenyataan, yang setara dengan dengan-Nya dan tidak juga ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Jelasnya, Tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.
Menurut Syaikh Nawawi Banten (w. 1316 H/ 1897 M), dalam kitab tafsirnya, “Marâh Labîd li Kasyf Ma’na al-Qur’ân al-Majîd,” ayat pertama surat Al Ikhlas menolak madzhab (kepercayaan) yang memiliki prinsip dualisme,  yang meyakini bahwa ada dua kekuatan yang mengatur dunia ini, yakni kebaikan (terang, cahaya, nur) dan  kejahatan (kegelapan, dzulmah).  
Lebih dari itu, ayat pertama ini juga menolak kepercayaan orang-orang Nasrani yang meyakini konsep Trinitas (Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi: Tuhan Bapa, Tuhan Putera dan Roh Kudus). Bahkan ayat pertama ini juga menolak kepercayaan orang-orang Shabi’in, penyembah bintang-bintang. 
Adapun ayat yang kedua menolak keyakinan bahwa ada pencipta selain Allah SWT. Ayat ketiga menolak kepercayaan orang-orang Yahudi yang meyakini Nabi ‘Uzair adalah putera Allah, menolak kayakinan orang-orang Nasrani yang meyakini Nabi Isa a.s adalah putera Allah, sekaligus menolak kepercayaan orang-orang musyrik yang menganggap para malaikat adalah puteri Allah SWT.
Sedangkan ayat keempat menolak kepercayaan orang-orang musyrik yang menjadikan berhala-berhala sebagai sesembahan, tuhan.  “Ayat keempat menolak kepercayaan orang-orang musyrik yang menjadikan berhala-berhala sebagai sekutu bagi Allah SWT,” demikian jelas Syiekh Nawawi al Bantani.   
Demikian surat al Ikhlas menetapkan keesaan Allah secara murni dan menafikan segala macam kemusyrikan terhadap-Nya. Wallahu A’lam.  (Mualim, 19-01-2020)

Posting Komentar

0 Komentar