SEPUTAR DARAH KEWANITAAN; HAID, NIFAS & ISTIHADHAH (Bag. 2)

{[["☆","★"]]}


Kudus, el-miffa.comNifas adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan setelah melahirkan (walaupun yang dilahirkan hanya segumpal darah atau daging), selama tidak dipisah masa suci (tidak keluar darah) 15 hari atau lebih). Apabila sudah dipisah 15 hari, maka darah yang keluar setelahnya dihukumi haidh apabila memenuhi syarat haidh.(Al-Bajuri 1/111-112)

Jadi darah yang keluar pada saat sakit melahirkan, atau bersamaan dengan bayi tidak dihukumi nifas, sedangkan hukumnya diperinci:

  • Jika darah tersebut bersambung dengan darah haidh sebelumnya maka juga dihukumi haidh.
  • Jika tidak bersambung dengan darah haidh sebelumnya atau bersambung dengan darah sebelumnya namun ketika digabung tidak mencapai 24 jam, maka dihukumi darah istihadhoh. (Asnal-Mathalib 1/326)
  • Contoh:

ü  Wanita hamil keluar darah selama 5 hari

ü  Kemudian melahirkan dan tetap  keluar darah

ü  Setelah anak dalam kandungan sudah rampung keluar terus keluar darah selama 15 hari.

Keterangan: Darah yang keluar selama 5 hari serta darah yang keluar saat melahirkan dihukumi haidh. Sedangkan darah yang keluar setelah melahirkan dihukumi nifas.


Batasan Masa Nifas


Batas minimal darah nifas adalah keluarnya darah dari dalam vagina walaupun hanya sedikit (setetes). Pada umumnya perempuan mengalami darah nifas adalah 40 hari. Sedangkan batas minimalnya adalah 60.


Hitungan maksimal nifas ini (60 hari) dimulai sejak rampungnya melahirkan. Sedangkan hukum nifas dimulai sejak keluarnya darah, dengan catatan darah yang keluar tidak dipisah 15 hari 15 malam. (Hasyiyah al-Bajuri 1/112).


Jadi apabila ada seorang perempuan setelah melahirkan tidak keluar darah maka ia dihukumi suci dan tetap berkewajiban sholat. Karena itu dia harus mandi wiladah (mandi melahirkan) apabila mau melaksanakan sholat. Dan apabila darah terus tidak keluar sampai melewati 15 hari berarti perempuan tersebut tidak berhukum nifas sama sekali.


Keterangan Penting Tambahan


  1. Wanita yang mengeluarkan darah nifas secara normal, yaitu tidak melebihi 60 hari 60 malam dan tidak dipisah masa suci selama 15 hari maka kesemuanya dihukumi nifas dan tidak mempertimbangkan warna dan sifat darah.
  2. Jika perempuan melahirkan 2 bayi kembar atau lebih, maka yang dihukumi nifas adalah darah yang keluar setelah bayi terakhir. Sedangkan darah yang keluar diantara bayi kembar tidak dihukumi nifas, hukumnya adalah sebagai berikut :

        a.       Apabila mencapai 24 jam maka dihukumi haidh.

        b.      Apabila tidak mencapai 24 jam maka hukumnya adalah istihadhoh. (Mughnil-Muhtaj 1/152,                Qalyubi 1/500)


            3. Jika darah nifas terputus-putus, maka hukumnya adalah:

a.      Jika masih dalam batasan 60 hari dan putusnya tidak sampai 15 hari, maka semuanya dihukumi nifas plus hari bersih di sela-sela darah nifas. Jika putusnya sampai 15 hari, maka darah setelah 15 tersebut dihukumi haidh apabila memenuhi syarat-syarat haidh .(Raudhatuth-Thalibin 1/178)

b.      Jika darah pertama masih dalam batasan 60 hari sedangkan darah kedua di luar 60 hari, maka darah pertama dihukumi nifas, sedangkan darah kedua dihukumi haidh, dan putusnya dihukumi suci walaupun hanya sebentar (di bawah 15 hari).

Contoh:

ü Seorang perempuan setelah melahirkan langsung keluar darah selama 58 hari.

ü Kemudian putus selama 3 hari.

ü Lalu keluar darah lagi selama 5 hari,

Maka hukumnya adalah: 58 hari itu hukumnya nifas, yang 3 hari dihukumi suci dan yang 5 hari dihukumi haidh.

 

HUKUM-HUKUM TERKAIT HAIDH DAN NIFAS

 

A.    Yang Haram

Yang diharamkan sebab haidh dan nifas adalah:

  1. Shalat, baik sholat wajib maupun shalat sunnah. Sama dengan shalat adalah sujud syukur dan sujud tilawah. Shalat yang ditinggalkan selama masa haidh dan nifas makruh diqadhai, bahkan ada yang mengharamkannya.

Bagi kaum wanita tidak usah khawatir akan hilangnya pahala dengan larangan shalat baginya. Sebab jika dalam meninggalkan shalat karena haidh itu diniati tunduk dan mengikuti perintah Allah, maka akan tetap mendapat pahala. (Hasyiyah Al-Qalyubi 1/100).

  1. Puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Berbeda dengan sholat, puasa wajib diqadhai, sebab pelaksanaannya hanya satu kali (1 bulan) dalam satu tahun.
  2. Membaca al-qur’an. Keharaman ini jika diniati membaca al-qur’an. Namun jika diniati dzikir atau do’a atau dibaca dalam hati maka tidak diharamkan. (al-Bujairami ‘alal-Khathib 1/356-358).
  3. Menyentuh dan membawa mushaf. Mushhaf adalah segala sesuatu yang bertuliskan  lafazh al-qur’an untuk dirosah (dibaca).
  4. Lewat dalam masjid. Kekharaman ini apabila ada kekhawatiran darah akan menetes dalam masjid.
  5. Berdiam diri dalam masjid, meskipun hanya sebentar.
  6. Thawaf di Baitullah (wajib atau sunah).
  7. Bersetubuh atau bersenang-senang dengan anggota tubuh antara pusar dan lutut. Namun ada pendapat yang memperbolehkannya selain wathi. Pendapat ini yang dipilih oleh Imam-Nawawi. (Al-Bajuri ‘ala Fathil-Qarib 1/115)
  8. Suami haram menceraikan istrinya saat haidh.
  9. Wudhu dan mandi dengan niat menghilangkan hadats.

Apabila haidh atau nifas sudah berhenti maka 10 hal diatas ini tetap diharamkan selama belum mandi kecuali berpuasa dan cerai. (Busyral-Karim:164)

 

 B. Yang Terkait Dengan Sholat.

            Meskipun sholat yang ditinggalkan selama haidh dan nifas tidak boleh diqadha. Namun bukan berarti bebas sebebas-bebasnya dari shalat. Ada beberapa shalat yang harus diqadha yang dikaitkan dengan sebab datang dan berhentinya darah. Perinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Datangnya darah

         Apabila darah haidh datang setelah masuk waktu sholat, dan dirinya belum melaksanakan shalat maka hukumnya diperinci:


Apabila waktu tersebut cukup untuk melaksanakan shalat yang seringan mungkin (hanya dikerjakan rukun-rukunnya saja) maka shalat tersebut wajib diqadhai setelah suci dari haidh.

Apabila waktunya tidak cukup untuk melaksanakan shalat yang dikerjakan seringan mungkin maka shalat tersebut tidak wajib diqadhai.

Contoh:

(Zhuhur jam 12.00)

Ketika masuk waktu zhuhur seorang perempuan tidak langsung shalat. Ketika jam 12 lewat 10 menit dia keluar darah haidh, padahal 10 menit cukup untuk digunakan shalat, maka shalat zhuhur tersebut wajib diqadha ketika sudah suci dari haidh.


Andaikan 10 menit tidak cukup untuk digunakan shalat yang seringan mungkin maka shalat zhuhur tersebut tidak wajib diqadha.

 

            2.  Berhentinya Darah

         Jika berhentinya darah masih berada dalam waktu shalat dan minimal masih cukup untuk takbiratul-ihrom ( mengucapkan Allahu Akbar) maka shalat yang punya waktu itu harus dilakukan, dan shalat sebelumnya jika bisa dijamak.

 Contoh:

( Maghrib jam 18.00)


Pada waktu jam 17.58 (jam 6 kurang 2 menit) yakni waktu ashar masih tersisa 2 menit, seorang perempuan suci dari haidh. Sedangkan 2 menit cukup untuk digunakan takbirotul ihrom, maka shalat ashar tersebut harus diqadha. Begitu juga shalat zhuhur sebelumnya. Sebab ashar dan zhuhur bisa dijamak.


(bersambung... )

Posting Komentar

0 Komentar