Tiga Pembagian Ilmu Menurut KH. Ahmad Asnawi Kudus

{[["☆","★"]]}

 

Ulama Kudus KH. Ahmad Asnawi membagi ilmu dalam tiga golongan. Hal itu ia sampaikan dalam acara halal bi halal Madrasah NU Miftahul Falah Cendono di Aula MTs NU Miftahul Falah, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Kamis, 18-4-2024

KH. Ahmad Asnawi menyampaikan Ilmu bisa kita golongkan menjadi tiga. Pertama, ada ilmu yang keluar dari mulut, masuk ke telinga, biasanya sebatas jadi pengalaman. Kedua, ada ilmu yang keluar dari hati, dikeluarkan lewat mulut, diam di otak. Dan yang ketiga ilmu yang keluar dari hati, dikeluarkan lewat mulut, diam di otak, masuk ke hati.

"Selama ilmu belum masuk ke hati masih sebatas pengalaman, belum berwujud amal. Ilmu belum bisa disebut ilmu jika belum masuk ke hati," ujar Kiai asal Desa Padurenan, Gebog, Kudus itu.

Lebih lanjut, KH. Ahmad Asnawi menyampaikan, ilmu akan hilang ketika orang alim wafat dan belum menularkan ilmu ke muridnya sampai ke hati. Sebaliknya, ilmu akan tetap ada manakala seorang guru berhasil memasuki hati muridnya untuk dititipi ilmu.

Ia mencontohkan, Sahabat Abu Bakar r.a memiliki ilmu yang secara langsung ditransfer oleh Kanjeng Nabi dari rasa cinta Abu Bakar kepada Rasulullah dan sering mendampingi beliau.

Sebab, adanya Ilmu bisa dilihat dari wajah orang-orang yang ahli ilmu. Ketika kita memandang para alim ulama seperti KH. Maimoen Zubair,  Mbah Arwani, KH. Sya'roni, KH.Ma'ruf Irsyad dan para ulama lainnya kita akan memperoleh ilmu, misalnya ilmu tawadhu.

"Dengan kita sering berjumpa, melihat dan bahkan mengaji kepada para ulama, maka ilmu itu akan secara perlahan kita bisa dapatkan," papar KH. Asnawi.

Satu hal lagi yang perlu kita pahami, imbuh KH. Ahmad Asnawi, bahwa syariat tetap kita didahulukan, tetapi jangan melupakan adanya hakikat serta jangan sampai kita meninggalkan tarekat.

"Sebab dengan demikian itulah kita bisa menjaga hati sebagai inti kehidupan," sebutnya.

Sebagai contoh kasus korupsi yang merajalela di Indonesia. Para koruptor adalah orang yang hanya punya pengalaman bukan ilmu. Maksudnya, hati mereka kosong dari pada ilmu sehingga tidak ada kesadaran untuk beramal secara baik.

Berbicara tentang ilmu dan hati, kata KH. Asnawi, kita bisa belajar dari kisah Nabi Musa dan Musa Samiri. Musa Samiri yang dididik oleh Malaikat Jibril justru menjadi kafir. Akan tetapi Musa yang dididik Fir'aun justru menjadi Rasul. Mengapa?

"Karena kebaikan-kebaikan yang disampaikan malaikat Jibril kepada Musa Samiri tidak pernah dimasukkan ke hati. Begitupula, keburukan-keburukan dari Firaun yang didengar dan dilihat oleh Musa juga tidak dimasukkan ke dalam hati. Demikianlah, hati sebagai inti yang dimiliki manusia," jelasnya.

"Manusia menjadi baik berawal dari qolbu (hati), sebaliknya manusia menjadi buruk juga dari qalbu (hati). Demikianlah kekuatan qalbu," imbuhnya.

Menurutnya juga, apapun kemuliaan yang ditopang dari selain ilmu, maka tidak akan bertahan lama. Di mana ada ilmu, di situ ada kemuliaan. Ilmu lah yang akan mengangkat derajat manusia. Tidak ada kemuliaan selain kemuliaan orang-orang yang diberi ilmu.

Selanjutnya, KH. Ahmad Asnawi juga menyampaikan bahwa nilai halal bi halal akan sempurna jika kita benar-benar bersedia meminta maaf secara langsung atas kesalahan kita.

Ia kemudian berharap semoga kegiatan halal bi halal ini semakin mengakrabkan, menguatkan, dan menyatukan seluruh keluarga besar Madrasah NU Miftahul Falah. Hadir pada kesempatan itu jajaran dewan mustasyar Madrasah NU Miftahul Falah yakni, KH. Ahmad Arwan, KH. Muhdi Ahmad dan juga pengurus yayasan. Hadir pula jajaran pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan Madrasah NU Miftahul Falah dari semua tingkatan.

 

Pewarta:

(Jurnalis El Miffa)

Posting Komentar

0 Komentar