Ulama Penjaga Persatuan: K.H. Wahid Hasyim dan Kompromi Sejarah Pancasila

{[["☆","★"]]}

manu-miffa.sch.id. Baru saja kita memperingati tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila—hari bersejarah di mana dasar negara Indonesia pertama kali dikemukakan secara resmi oleh Ir. Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945. Dalam pidatonya, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara yang kemudian diberi nama "Pancasila", yang berarti lima prinsip atau asas.

Namun, lahirnya Pancasila bukanlah hasil kerja satu orang saja. Di balik perumusannya terdapat kontribusi besar dari berbagai tokoh bangsa, termasuk ulama-ulama dari Nahdlatul Ulama (NU). Salah satu tokoh penting tersebut adalah K.H. Wahid Hasyim, seorang ulama muda visioner, negarawan, dan pejuang kemerdekaan yang memiliki peran sentral dalam menjembatani nilai-nilai keislaman dengan cita-cita kebangsaan.

Sebagai anggota BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), K.H. Wahid Hasyim turut aktif dalam proses perumusan dasar negara. Beliau dikenal sebagai sosok yang moderat dan mampu merangkul berbagai pandangan, baik dari kalangan nasionalis maupun Islam. Dalam perdebatan sengit tentang bentuk dan dasar negara, beliau menjadi salah satu tokoh yang mendorong tercapainya kompromi yang harmonis.

Peran K.H. Wahid Hasyim sangat penting dalam perumusan sila pertama Pancasila. Awalnya, dalam rumusan Piagam Jakarta, sila pertama berbunyi: “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Namun, demi menjaga persatuan bangsa yang majemuk, K.H. Wahid Hasyim bersama beberapa tokoh Islam lainnya dengan jiwa besar menyetujui pengubahan redaksi tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Langkah ini menunjukkan kebijaksanaan beliau dalam melihat masa depan Indonesia sebagai negara yang menaungi berbagai agama dan kepercayaan. Ia berkeyakinan bahwa nilai-nilai Islam dapat hidup dan berkembang dalam negara Pancasila yang menjunjung tinggi toleransi dan kebebasan beragama.

K.H. Wahid Hasyim juga meyakinkan umat Islam bahwa Pancasila bukanlah ancaman, melainkan landasan yang adil dan netral bagi semua warga negara untuk hidup berdampingan secara damai. Pemikirannya menjadi dasar penting bagi penguatan nilai-nilai Islam yang moderat, rahmatan lil ‘alamin, serta nasionalisme yang sehat.

Sebagai tokoh NU, K.H. Wahid Hasyim membuktikan bahwa agama dan negara bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Justru, keduanya bisa bersinergi dalam membangun bangsa yang adil, beradab, dan berdaulat. Warisan pemikiran dan perjuangannya dalam merumuskan Pancasila tetap relevan hingga hari ini, menjadi pijakan dalam menjaga keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia dalam keberagaman.


Jurnalis El Miffa

Posting Komentar

0 Komentar