manu-miffa.sch.id. - Fenomena pacaran remaja akhir-akhir ini sudah sangat mencengangkan dan mengkhawatirkan kepada terjadinya pergaulan bebas ala remaja di negara-negara barat. Istilah ketemuan, nembak, jadian, dan sebagainya rasanya sudah tidak asing di telinga kita. Hal ini merebak karena didukung oleh pandangan sebagian masyarakat bahwa pacaran adalah sesuatu yang lumrah dan wajar. Diperparah lagi oleh imbas pengaruh-pengaruh negatif dari tayangan film, media sosial atau sinetron-sinetron remaja dan lagu-lagu bertemakan percintaan, yang semakin laris dan mendapat tempat di hati pemirsa khususnya para remaja.
Pacaran (ala zaman sekarang) dalam perspektif agama bukanlah merupakan kewajaran. Justru merupakan kemaksiatan yang harus dijauhi. Karena pacaran adalah bentuk interaksi laki-laki dan perempuan (yang bukan suami istri dan bukan mahram) yang lazimnya tidak akan lepas dari unsur : mulamasah (saling sentuh), saling pandang, kholwah (berduaan), yang tentunya semuanya adalah haram hukumnya, karena hal-hal tersebut merupakan aktifitas-aktifitas yang sangat berpotensi mendekatkan kepada perzinahan yang sangat jelas larangannya dalam Al-Qur'an. Allah berfirman :
وَلَا
تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا (الإسراء: 32)
Artinya: "Janganlah kalian mendekati zina sesungguhnya
zina itu adalah perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan".(Q.S.
al-Isra': 32)
Dengan memahami ayat ini, maka jelaslah bahwa yang dilarang dalam ayat tersebut bukan hanya zina, tapi mendekatinya juga sudah dilarang. Pengharaman mendekati zina secara otomatis membawa konsekuensi pengharaman zina.
Perbuatan-perbuatan yang potensial mendekatkan ke dalam zina jumlahnya banyak sekali. Misalnya melihat aurat orang lain, atau melihat sesuatu yang merangsang nafsu birahi, termasuk pula pacaran ala zaman sekarang.
Tegas, mutlak, tak ada dispensasi, tak ada tawar-menawar, Islam melarang keras perbuatan zina. Untuk itu, segala jalan menuju perzinaan harus ditutup. Perzinaan harus dicegah dengan segala macam cara-cara represif (tindakan atas pelanggaran) dan cara preventif (usaha pencegahan) serta antisipatif. Segala bentuk pembatasan yang diadakan oleh syara' di dalam pergaulan lawan jenis (laki-laki dan perempuan) semua berlandaskan kepada prinsip penutupan jalan ke arah perzinaan.
Memang ada anggapan bahwa pembatasan islam tentang pergaulan lawan jenis ini terlalu ketat, sehingga mungkin ada yang merasa bahwa hidup ini terlalu gersang kalau mengikuti aturan Islam tentang pembatasan ini. Tetapi, anggapan demikian itu lebih banyak dipengaruhi oleh nafsu daripada pikiran yang jernih.
Salahkah adanya rambu jalan, meskipun kalau dilanggar belum tentu menimbulkan kecelakaan?. Salahkah kalau polisi lalu lintas menilang pengemudi kendaraan yang salah jalan meskipun belum menabrak orang sampai mati?. Apakah menunggu adanya kecelakaan dan korban dulu, baru pengemudi dianggap salah?.
Demikian pula di dalam mengatur lalu lintas pergaulan lawan jenis ini. Islam menetapkan macam-macam peraturan, diantaranya berisi : "hati-hati, awas, jangan..., harus melalui..." dan sebagainya. Alangkah kacaunya dunia ini, kalau lalu lintas diatur dengan sistem "tunggu korban dulu, tunggu bukti kecelakaan dulu baru ditangkap".
Segala aturan (termasuk aturan agama) tidak selalu menyenangkan pihak yang diatur. Allah Sang Maha Pengatur, tidak menunggu senangnya nafsu manusia yang diatur, sedangkan semua aturan Allah pasti baik dan maslahat bagi hamba-Nya.
Kesenangan manusia sering berubah-ubah. Sewaktu mengemudi, senang tak ada pembatasan kecepatan kendaraan. Tetapi sewaktu jalan kaki, mereka senang jika semua kendaraan tidak jalan, agar dia bebas melenggang di tengah jalan.
0 Komentar